Selamat datang, terima kasih atas kunjungannya. Salam perdamaian

A. Abdullah Bau Massepe

Pahlawan selalu identik dengan jasa-jasa atau pengorbanan-pengorbanan dalam mempertahankan kemerdekaan negaranya dari para penjajah yang datang di tanah airnya. Sama seperti sosok pahlawan yang satu ini. Beliau merupakan salah satu dari sekian banyak pahlawan yang mempertaruhkan nyawa demi kemerdekaan bangsa Indonesia. Beliau adalah Andi Abdullah Bau Massepe. Mungkin banyak yang masih asing dengan nama tersebut, namun beliau mempunyai jasa yang sangat besar dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia terkhusus di Sulawesi Selatan. 
A. Abdullah Bau Massepe merupakan sosok yang bermasyarakat. Beliau tidak membeda-bedakan dirinya dengan para rakyatnya. Beliau tidak segan-segan bergaul dengan rakyatnya. Beliau juga merupakan sosok yang mempunyai sifat kepemimpinan yang tinggi, sifat tersebut dalam dilihat dari beberapa perjuangannya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia khususnya di daerah Sulawesi Selatan.
A. Abdullah Bau Massepe lahir di Massepe, Sulawesi Selatan pada tahun 1918. Beliau merupakan keturunan bangsawan pada masanya. Beliau merupakan putera dari  seorang Raja di Kerajaan Bone yaitu Andi Mappanyukki, iparnya adalah Raja Luwu yaitu Andi Djemma, serta kakaknya adalah Mantan Gubernur yaitu Andi Pangerang Petta Rani. Pada tahun 1931, setelah menammatkan pendidikan di Inlandsche School, beliau bekerja di kantor Kewedanan di Pinrang. Pada tahun 1940, pemerintah Hindia Belanda mengangkatnya sebagai Datu (raja) Suppa. Jabatan sebagai Datu Suppa dengan gelar Sucoo dipegangnya sampai berakhirnya masa pendudukan Jepang.
Pada tahun 1945, di Makassar, didirikan organisasi Sumber Darah Rakyat (SUDARA). Organisasi Sudara dipimpin oleh Dr. G.S.S.Y. Ratulangi. Ayahnya, Andi Mappanyukki menjabat sebagai penasehat. A. Abdullah Bau Massepe menyambut berdirinya organisasi itu dengan mendirikan cabang Sudara di Pare-pare.
Pada permulaan proklamasi 17 Agustus 1945, Bau Massepe ditempatkan di daerah Pare-pare sebagaiKepala Afdeling dari Republik Indonesia dan menjadikan payung tempat bernaung jiwa revolusi dari angkatan muda daerah itu.
Pada masa kemerdekaan, A. Abdullah Bau Massepe mendirikan Penunjang Republik Indonesia (PRI) dan menyatakan Pare-pare sebagai bagian dari Republik Indonesia. PRI kemudian berubah nama menjadi Badan Penunjang  Republik Indonesia (BPRI), kemudian menjadi Badan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI).
Mempertahankan kemerdekaan negara bukanlah hal yang mudah. Butuh kerja keras, usaha, dan jiwa kebangsaan, begitu pula dengan Andi Abdullah Bau Massepe. Periode mempertahankan kemerdekaan ini belangsung pada tahun 1945-1949. Beliau menerima berita proklamasi pada tanggal 19 Agustus 1945 dan kabar datangnya bangsa Belanda melalui radio miliknya. Dari kabar yang didengarnya, kemudian Bau Massepe mengajak beberapa para tokoh republiken untuk melakukan perlawanan terhadap bangsa Belanda. Salah satu usaha Bau Massepe dalam melakukan perlawanan tersebut yaitu dengan memerintahkan beberapa orang yang telah berpengalaman dalam perang Dunia II untuk melatih para pemuda menggunakan senjata api dan taktik dalam berperang.
Sebagaimana yang telah saya sebutkan sebelumnya bahwa A. Abdullah Bau Massepe merupakan sosok yang mempunyai sifat kepemimpinan yang tinggi, ini terbukti saat kondisi kritis melanda daerah Sulawesi Selatan dalam mempertahankan kemerdekaan dan perlawanan terhadap bangsa Belanda. Salah satu kondisi kritis yang dimaksud adalah adanya pencarian para tokoh pejuang kemerdekaan yang dilakukan oleh bangsa Belanda dengan menggunakan orang-orang tertentu yang dalam artian mata-mata bangsa Belanda atau pajello. Karena hal tersebut banyak tokoh pejuang yang terpaksa meninggalkan Sulawesi Selatan kemudian ke Jawa, hal tersebut bukan karena para tokoh pejuang ingin meninggalkan Sulawesi Selatan begitu saja dalam kondisi sulit, namun mereka pergi karena ingin mencari tempat persembunyian yang aman dan tidak diketahui oleh bangsa Belanda, serta perginya para tokoh pejuang tersebut juga merupakan strategi perjuangan yang dilakukan oleh para tokoh pejuang, dan nantinya mereka akan kembali lagi ke daerah Sulawesi Selatan.
Perginya beberapa tokoh pejuang ke pulau Jawa tidak lepas dari peran A. Abdullah Bau Massepe. Kesemuanya adalah perintah dari Bau Massepe. Namun, saat para tokoh pejuang memilih mengikuti perintah Bau Massepe ada hal yang dipertanyakan oleh banyak orang, yaitu mengapa beliau (Bau Massepe) tidak ikut pergi ke pulau Jawa bersama beberapa tokoh pejuang lainnya? Jawaban yang didapatkan dari berbagai sumber sangat berkesan. Ketidakpergiaan Bau Massepe ke pulau Jawa memang merupakan keinginannya sendiri. Menurut Letkol. Andi Selle, alasan yang dikemukakan oleh Bau Massepe ialah “kalau ia meninggalkan Sulawesi Selatan, khususnya daerah Ajatappareng, maka perjuangan akan mengalami kesulitan, karena tidak ada pemimpin yang akan menjadi “pegangan” kepemimpinan”.
Pada tanggal 20 Januari 1947 diadakan pertemuan konsolidasi dan persiapan pembentukan TRI yang dilaksanakan di paccekke, pertemuan ini biasa dikenal dengan Konferensi Paccekke. Hasil dari konferensi tersebut yaitu menyepakati untuk mengangkat A. Abdullah Bau Massepe sebagai komandan Divisi TRI di Sulawesi Selatan – Tenggara. Namun, pada saat pengangkatannya sebagai komandan Divisi TRI di Sulawesi Selatan – Tenggara, beliau berhalangan hadir. Banyak spekulasi menyatakan bahwa, tidak hadirnya beliau pada saat pengangkatan tersebut karena di saat yang bersamaan A. Andi Abdullah Bau Massepe telah ditembak mati oleh Westerling dan pasukan-pasukannya. A. Abdullah Bau Massepe memang merupakan salah satu pemimpin Gerilya Republik yang berhasil ditembak oleh Westerling dengan pasukan-pasukannya. 
Pada tanggal 17 Oktober 1946, A. Abdullah Bau Massepe ditangkap oleh Belanda jam 13.00 dan kemudian beliau dibawa ke Makassar untuk diadakan pemeriksaan. Kemudian pada tanggal 15 Januari 1947, A. Abdullah Bau Massepe dibawa ke Pinrang untuk pemeriksaan lebih lanjut. Dan ternyata disana telah dikumpulkan para pejuang-pejuang kemerdekaan pada ssat itu untuk ditembak mati.
Pada awal Februari 1947 terjadi pembantaian di Kampong Kariango Pinrang terhadap para pejuang, dan pada waktu yang sama terjadi pula pembantaian Westerling di Kota Pare-pare di stasion oto yang lama dengan para pejuang lainnya. Salah satu pejuang yang ditembak mati oleh Westerling dan pasukannya di kota Pare-pare pada tanggal 2 Februari 1947 adalah A. Abdullah Bau Massepe.
Setelah peristiwa penembakan itu tidak ada yang tahu dimana keberadaan jenazah dari A. Abdullah Bau Massepe tersebut. Karena memang pembunuhan tersebut diusahakan oleh Westerling untuk tidak meninggalkan jejak sedikitpun. Namun, karena kesetiaan rakyat terhadap Datunya, ada seseorang warga yang melihat jenazah beliau dikuburkan setelah ditembak mati. Karena hal itu jenazah A. Abdullah Bau Massepe dapat ditemukan.
Dengan penuh kehormatan pada 19 Agustus 1950, makam A. Abdullah Bau Massepe digali kemudian di pindahkan dan dimakamkan di Taman Bahagia, Cappagalung 4 Km dari Kota Pare-pare yang merupakan Taman Makam Pahlawan di Pare-pare.
Tahun 1959 tanggal 12 Agsutus 1959 Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 175 Tahun 1959, memutuskan menetapkan Penganugrahan Bintang Gerilya secara anumerta kepada A. Abdullah Bau Massepe pangkat Bupati dengan jabatan Eks Kepala Daerah Kabupaten Pare-pare.
Tahun 2005 tanggal 7 Nopember 2005 Presiden Republik Indonesia menganugrahkan Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra Adipradana kepada A. Abdullah Bau Massepe pangkat- dengan jabatan Tokoh Pejuang dari Sulawesi Selatan dengan Keputusan Presiden No. 082 Tahun 2005. Dan pada waktu yang bersamaan Presiden Republik Indonesia menganugrahkan Gelar Pahlawan Nasional kepada A. Abdullah Bau Massepe berdasarkan SK No. 082/TK/2005 tanggal 7 Nopember 2005.
Semasa hidupnya, Andi Abdullah Bau Massepe memiliki tiga orang istri, pertama, Andi Maccaya yang melahirkan seorang puteri bernama Andi Habibah , kedua, Puang Linge Daeng Singara melahirkan seorang putera bernama Andi Baso Ibrahim dan seorang puteri bernama Bau Tenne, ketiga, pada tahun 1933 beliau menikah lagi dengan Andi Soji Datu/Petta Kanjenne yang melahirkan 4 orang anak bernama : Bau Kuneng, Bau Ammessangeng, Bau Dalauleng dan Bau Fatimah.
Pemerintah Sulawesi Selatan juga memberikan penghargaan dan penghormatan atas jasa dan pengorbanan kepada A. Abdullah Bau Massepe sebagai tokoh pejuang dari Sulawesi Selatan dengan menggunakan nama beliau untuk dijadikan nama sebuah jalan di Ibukota Sulawesi Selatan (Makassar).
Pemberian nama jalan dengan menggunakan nama A. Abdullah Bau Massepe merupakan suatu bentuk apresiasi serta penghormatan pemerintah Sulawesi Selatan terhadap beliau dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia khususnya di daerah Sulawesi Selatan.
Jalan Bau Massepe ini terletak tidak jauh dari ikon Kota Makassar yaitu Pantai Losari. Jalan ini terletak di sekitar beberapa jalan yang menggunakan nama tokoh pejuang Sulawesi Selatan lainnya, contohnya Jl. Ranggong Dg. Romo
Untuk sampai ke jalan Bau Massepe tersebut, kita dapat menggunakan transportasi umum, seperti taksi dan bentor, namun jalan ini lebih mudah dijangkau jika menggunakan transportasi pribadi baik motor atau mobil.
Satu hal yang bisa kita petik dari cerita perjuangan A. Abdullah Bau Massepe ini adalah jika ingin disukai, dicintai oleh rakyat, maka pemimpin harus lebih dulu cinta kepada rakyatnya. Sama halnya dengan A. Abdullah Bau Massepe yang mempunyai sifat kepemimpinan yang tinggi,  yang lebih mementingkan rakyat dibandingkan dirinya sendiri, yang tidak membeda-bedakan dirinya dengan rakyat, dan yang rela mengorbankan nyawanya demi kemerdekaan negaranya yaitu Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Amir,Muhammad , Arfah,Muhammad , Arifah ,St , Kila,Syahrir , Faisal , Rahim,Abdul . 2008 . Pahlawan nasional dari Sulawesi Selatan . Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan : Makassar
Gonggong, Anhar. 2009.  Sulesana : Jurnal Sejarah Sulawesi Selatan, Tenggara dan Barat. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata : Baali Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Makassar : Makassar
Rizal,Hanabi. Tika, Zainuddin. Syam, M.Ridwan. 2007. Profil Raja dan Pejuang Sulawesi Selatan 1. Penerbit Refleksi : Makassar.

Tim Redaksi Pustaka Timur. 2009. Profil 143 Pahlawan Indonesia. Pustaka Timur : Yogyakarta

0 komentar:

Posting Komentar