Selamat datang, terima kasih atas kunjungannya. Salam perdamaian

Menjadi Guru Yang Konstruktif – Bagian 2

Oleh M. Eko Purwanto - 10 Oktober 2009 - Dibaca 72 Kali -

“Essensi tugas Guru tidaklah mengajar, tetapi untuk menemukan cara-cara & situasi belajar bagi para murid-muridnya, karena hakekat pendidikan bukan mengisi ember melainkan menyalakan api.”

Interaksi Energetik Guru dan Murid

Guru yang konstruktif harus selalu inovatif untuk mengadopsi metode-metode baru untuk memotivasi belajar anak-anak didiknya. Ia harus menempatkan anak-anak didiknya sebagai pusat pembelajaran, artinya sejauhmana materi disampaikan bukan tergantung Guru dan kurikulumnya tetapi tergantung kepada murid-muridnya. Kreatifitas murid dibangun melalui diskusi kelompok, seminar, diskusi panel, kunjungan lapangan, permainan peran, dan lain-lain. Menurut Albert Einstein, “Ini adalah seni tertinggi guru untuk membangkitkan kegembiraan yang ekspresif, kreatifitas, dan pengetahuan. Sehingga sekolah akan menjadi platform yang tepat untuk memenuhi tujuan pendidikan, jika hubungan antara siswa dan guru dipelihara dengan baik. Guru adalah teman, filsuf dan panduan dari siswa. Seorang guru adalah motivator terbaik, seorang pecinta dan pengisi kekuatan. Murid-murid terinspirasi oleh kapten mereka, yaitu Guru.”

Seorang Guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan inspirator dari proses kegiatan belajar mengajar di kelas, sehingga semua kualitas dari dalam diri anak-anak didiknya, akan terbuka. Semua kreativitas terletak di dalam diri anak-anak didik, karena anak-anak didik kita memiliki jiwa di mana terletak sumber dari segala potensi-potensinya. Karena ketidaktahuannyalah maka kita sebagai seorang guru adalah pemandu spiritual untuk membantu memberikan pengetahuan kepada jiwa anak-anak didik kita. Keterlibatan jiwa seorang murid dalam suatu kegiatan belajar mengajar, akan memberikan motivasi kuat kepada mereka. Anak-anak didik kita akan merasa dirinya berharga untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin.

Manusia tidak pernah luput dari berbuat salah, tapi perbuatan yang baik sekecil apapun harus dipuji. Setiap anak didik memiliki beberapa sifat-sifat baik dalam dirinya. Peran guru adalah untuk tidak mengkritik dia karena kenakalannya, tetapi untuk memuji salah satu kualitas yang baik dalam dirinya, sekaligus memberikan inspirasi. Sistem memuji salah satu kualitas pada diri anak didik akan menumbuhkan percaya diri, ia mulai merasa dirinya layak dan berharga, karena tidak semua anak didik memiliki kemampuan akademik yang sama. Mereka memiliki tujuan alam, dan kecenderungan yang dibawanya sejak lahir. Seorang Guru harus mampu mengidentifikasi hobi dan kemampuan alaminya sehingga ia dapat mengetahui siapa dirinya dan memotivasi dirinya untuk bisa maju dalam wilayah bakat dan hobinya itu.

Ada Senyum di Dalam Kelas

Senyum memainkan peran yang sangat penting, tidak hanya dalam batas-batas sekolah, tetapi juga bahkan di dalam masyarakat pada umumnya. Senyum adalah ekspresi cinta. Senyum adalah kekuatan dan kekuasaan seseorang. Sekolah juga harus menjadikan senyum sebagai bagian dari kegiatan belajar mengajar. Seorang guru menyentuh hati anak-anak didiknya melalui daya tarik ‘senyum’. Senyum menciptakan percaya diri anak-anak didik kita. Perkembangan kemajuan anak-anak didik terhadap mata pelajarannya, terjadi ketika mereka mulai menyukai dan mencintai Gurunya. Bagaimana murid mau mencitai pelajarannya jika ia tidak mencintai Gurunya. Senyuman seorang Guru, menciptakan getaran yang kuat pada diri anak-anak didiknya. Anak-anak didik kita tidak merasa takut untuk mengungkapkan persoalan apa yang terjadi dalam dirinya. Mereka tidak segan-segan lagi mengajukan pertanyaan, dan kebebasan berpikir di dalam kelas secara otomatis terjadi, ketika senyum hadir di dalam kelas.

Kita sebagai Guru, dituntut untuk menjadi seorang teman untuk anak-anak didik kita. Persahabatan dapat membantu kita untuk lebih memahami seorang anak. Seorang anak didik akan mengungkapkan kesulitan/masalah hanya kepada Guru yang sudah menjadi temanya. Tetapi, jika kita sebagai Guru hanya memerankan seseorang pemberi tugas atau bahkan pemimpin sirkus untuk anak-anak didik kita, kita akan merusak kegitan belajar mengajar mereka. Anak-anak didik kita mulai membenci kita dan menyembunyikan segala sesuatu yang ada pada dirinya kepada kita. Anak-anak didik kita akan mengembangkan rasa takut kepada kita. Itu sebabnya, banyak orang tua dan Guru berada dalam masalah besar, ketika semua persoalan pribadi anak-anak kita tidak mengemuka. Anak-anak didik kita kehilangan kebebasan untuk berterus-terang menceritakan masalahnya. Sebenarnya ini bukan kesalahan anak-anak didik kita, tapi kesalahan kita sebagai orang tua dan Guru di sekolah, yang tidak memiliki seni ‘bagaimana untuk menjadi teman dari anak-anak didik kita.’

Contoh Teladan

Seorang Guru dapat memotivasi anak-anak didiknya untuk lebih banyak membaca buku, jika anak-anak didiknya menemukan Gurunya banyak membaca buku. Tetapi, bagaimana mungkin seorang Guru yang jarang sekali membaca mampu memotivasi anak-anak didiknya untuk lebih banyak membaca buku ? Ini tidak mungkin terjadi.

Buku adalah sumber energi dan motivasi. Seorang Guru harus menjadi pembaca intensif buku-buku perpustakaan, majalah dan mengumpulkan pengetahuan untuk mengilhami anak-anak dengan menceritakan hal-hal baru. Guru dapat membuat perpustakaan kecil sendiri di dalam kelasnya, dan menjadikan dirinya sebagai inspirator bagi murid-muridnya. Karena, menurut Sokrates kelas adalah tanah pertempuran antara guru dengan muridnya, dan senjatanya adalah pertanyaan.

Kita sebagai Guru adalah motivasi bagi anak-anak didik kita, melalui kebiasaan kita membaca buku, budaya fisik dan mental ini bisa memberi contoh kepada anak-anak didik kita. Karena murid-murid selalu mengikuti perilaku Guru mereka. Jadi seorang Guru dapat melakukan banyak hal melalui kekuatan motivasi. Seorang guru harus menyadari bahwa kekuatan motivasi dan menggunakannya dengan baik dimanapun dan kapanpun, akan melahirkan sikap optimisme bagi anak-anak didik kita.

Setiap anak-anak didik kita berbeda dan unik. Bersama anak-anak didik, kita bisa belajar melakukan spesialisasi dan mengidentifikasi hobi, bakat dan kecenderungan-kecenderungan lainnya. Anak-anak yang melakukan kenakalan di dalam kelas, memiliki kemungkinan tertinggi dan multi-dimensi kepribadiannya, karena itu, mereka menjadi nakal. Mereka membutuhkan lebih banyak tugas pekerjaan yang harus diselesaikan. Tugas-tugas sekolah yang lebih banyak ini merupakan ladang bagi anak-anak didik yang kita anggap nakal ini untuk menunjukkan kepribadian dan eksistensinya.

Kita bisa memiilih anak-anak didik kita yang paling nakal di kelas kita, lalu berikan kepada mereka tanggungjawab dan pekerjaan-pekerjaan non akademis yang harus diselesaikan, kita akan melihat bagaimana cepat mereka menyelesaikan tugas-tugas tersebut. Dalam waktu sepersekian menit mereka bisa melakukan pekerjaannya dengan baik. Anak-anak yang nakal adalah masa depan sumber daya manusia kita. Para guru dan orangtua harus lebih memahami kebenaran ini sebagai fakta untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan dan kemampuan dalam diri mereka, sehingga “setiap anak akan menjadi istimewa”.

Anak-anak didik kita terlahir dengan potensi yang tak terbatas, maka tugas kita sebagai Guru adalah membantu mengembangkan mereka dan membuat mereka layak di setiap bidang yang diminatinya. Setiap anak didik kita mempunyai potensi yang luar biasa besar di dalam dirinya, maka pekerjaan guru adalah menginspirasi anak agar kreativitasnya terbuka. Hanya kita yang yang dapat membimbing mereka untuk mencapai tingkat tertinggi dari kreatifitasnya. Mengenali kepribadian unik anak-anak didik kita dan mendorongnya agar senantiasa tumbuh, adalah tugas kita sebagi seorang Guru.

Penutup

Peran guru dalam skenario perubahan sosial di masyarakat kita menjadi sangat menantang, karena masyarakat kita saat ini lebih menghargai hal-hal yang bersifat material dan nilai-nilai spiritual menjadi terbelakang. Tidak ada yang luar biasa tentang hal ini, namun situasi seperti ini tidak akan hidup selamanya. Ada cukup banyak indikasi bahwa pendidikan kita akan bangkit kembali, mewarnai nilai-nilai abadi budaya yang selama berabad-abad tumbuh-berkembang di dalam dinamika kehidupan bangsa yang besar. Kita berada pada proses transisi, dimana nilai-nilai budaya masih terpelihara dan dirawat dengan baik. Oleh karena itu, peran Guru menjadi sangat signifikan.

Terakhir, sebagai bahan renungan, mengapa film Laskar Pelangi menyita banyak penonton untuk menyaksikannya, energi dan nilai-nilai spiritual apa yang tersimpan di dalam film tersebut ?. Kita semua yang pernah menontonnya pasti tahu jawabannya.

Oleh. M. Eko Purwanto

(Staf Bidang Pendidikan YW Al Muhajirien Jakapermai - Bekasi)

0 komentar:

Posting Komentar